Teori Paritas Daya Beli (PPP)
1. Pengertian Paritas Daya Beli
Teori Paritas Daya Beli (PPP) adalah teori yang digunakan untuk mempelajari dan membandingkan hubungan daya beli antara mata uang yang berbeda di berbagai negara. Teori ini pertama kali dipelajari oleh para ekonom Swedia. Pada periode 1745-1777, Swedia mengadopsi sistem nilai tukar mengambang yang menyebabkan fluktuasi mata uang yang tajam. Setelah itu, pemerintah berusaha untuk menstabilkan nilai tukar dengan intervensi, tetapi sering gagal.
2. Asumsi Dasar Teori Paritas Daya Beli
- Tanpa biaya transaksi internasional: Teori PPP mengabaikan biaya transaksi yang terjadi dalam arbitrase serta masalah informasi yang tidak lengkap.
- Perdagangan antar negara memiliki kondisi yang sama: Negara sering menggunakan tarif dan kuota untuk melindungi industri domestik, dan hal ini mempengaruhi daya beli mata uang.
- Tanpa kontrol mata uang: Teori PPP mengasumsikan adanya sistem nilai tukar mengambang tanpa kontrol mata uang yang dapat merusak dasar teori ini.
- Harga barang di setiap negara harus seragam: Perbedaan harga yang disebabkan oleh subsidi atau kebijakan harga yang tidak konsisten dapat mengganggu perbandingan daya beli.
- Semua barang dapat diperdagangkan: Dalam teori PPP, diasumsikan bahwa semua barang di pasar memiliki harga yang seragam.
- Barang dan jasa yang serupa dapat dipertukarkan dengan sempurna antar negara: Teori ini mengasumsikan tidak ada perbedaan dalam substitusi barang dan jasa antar negara.
- Struktur produksi dan konsumsi yang serupa: Semua negara memiliki pola konsumsi dan produksi yang serupa.
- Produktivitas tenaga kerja yang sama: Produktivitas antar negara dianggap setara.
3. Sejarah dan Perkembangan Teori PPP
Teori ini pertama kali diajukan oleh ekonom Inggris, Thornton, pada tahun 1802 dan menjadi bagian dari teori ekonomi klasik David Ricardo. Selanjutnya, teori ini dikembangkan oleh ekonom Swedia Gustav Cassel pada tahun 1922 dalam bukunya "Uang dan Nilai Tukar Setelah 1914", yang menjelaskan bagaimana nilai tukar ditentukan oleh perbandingan daya beli mata uang antar negara.
4. Pembagian Teori PPP
Teori PPP terdiri dari dua konsep utama: Absolut PPP dan Relatif PPP.
5. Absolut PPP
Absolut PPP menyatakan bahwa nilai tukar antara dua mata uang di suatu negara harus mencerminkan rasio antara tingkat harga barang dan jasa di kedua negara tersebut. Ini mengasumsikan bahwa tingkat harga barang di kedua negara saling sebanding. Misalnya, jika harga barang di negara A lebih mahal daripada di negara B, maka mata uang negara A akan terdepresiasi dibandingkan dengan mata uang negara B.
6. Relatif PPP
Relatif PPP mengasumsikan bahwa pergerakan nilai tukar antar dua mata uang dipengaruhi oleh perbedaan tingkat inflasi antara kedua negara. Jika inflasi di negara A lebih tinggi daripada negara B, maka mata uang negara A akan terdepresiasi seiring waktu. Teori ini lebih memperhatikan pergerakan jangka panjang nilai tukar berdasarkan perbedaan inflasi antar negara.
7. Aplikasi dan Kritik terhadap Teori PPP
Teori PPP sangat berguna dalam memprediksi tren jangka panjang nilai tukar mata uang. Namun, teori ini mengabaikan pengaruh faktor lain seperti aliran modal internasional, pendapatan nasional, dan kondisi ekonomi politik yang juga mempengaruhi nilai tukar. Selain itu, PPP sering tidak akurat dalam jangka pendek karena berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi pasar valuta asing.
8. Kesimpulan
Teori PPP menjelaskan dasar dari perubahan nilai tukar mata uang dalam jangka panjang dengan menghubungkan perbandingan daya beli mata uang antar negara. Meskipun teori ini sangat berguna dalam analisis jangka panjang, kritik utama adalah ketidakmampuannya untuk menjelaskan fluktuasi nilai tukar dalam jangka pendek yang dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan politik. Namun demikian, teori PPP tetap menjadi salah satu teori yang paling berpengaruh dalam ekonomi valuta asing dan digunakan untuk memprediksi tren nilai tukar di masa depan.
Komentar Pengguna
Belum ada komentar
Tulis Komentar